MAKALAH
PERKEMBANGAN SOSIAL DAN EMOSI ANAK
Diajukan
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur Pada Mata Kuliah Perkembangan
Peserta Didik
Dosen :
Dra. Yuyun
Yulianingsih, M.P.d.
Disusun Oleh
:
Hazmi Fauzi
(1142080031)
Semester 2 A
PRODI PENDIDIKAN
KIMIA
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN
GUNUNG DJATI BANDUNG
2015
A.
Makna Perkembangan Sosial Anak
Perkembangan sosial adapt
diartikan sebagai pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan
sosial dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri
terhadap norma-norma kelompok, moral dan tradisi ; meleburkan diri menjadi satu
kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama. ( Syamsu Yusuf, 2007 )
Pada awal manusia dilahirkan
belum bersifat sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan dalam berinteraksi
dengan orang lain. Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan
pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya.
Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirsakan
sejak usia enam bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain,
terutama ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum
dan perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras)
dan kasih sayang. Sunarto dan Hartono (1999) menyatakan bahwa :
Hubungan sosial (sosialisasi)
merupakan hubungan antar manusia yang saling membutuhkan. Hubungan sosial mulai
dari tingkat sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang
sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi
kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat
kompleks.
Dari kutipan diatas dapatlah
dimengerti bahwa semamin bertambah usia anak maka semakin kompleks perkembangan
sosialnya, dalam arti mereka semakin membutuhkan orang lain. Tidak dipungkiri
lagi bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan mampu hidup sendiri,
mereka butuh interaksi dengan manusia lainnya, interaksi sosial merupakan
kebutuhan kodrati yang dimiliki oleh manusia.
B. Bentuk – Bentuk Tingkah laku Sosial
Dalam perkembangan menuju kematangan sosial, anak
mewujudkan dalam bentuk-bentuk interkasi sosial diantarannya :
1. Pembangkangan (Negativisme)
Bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini
terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau
lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Tingkah laku ini mulai
muncul pada usia 18 bulan dan mencapai puncaknya pada usia tiga tahun dan mulai
menurun pada usia empat hingga enam tahun.
Sikap orang tua terhadap anak seyogyanya tidak
memandang pertanda mereka anak yang nakal, keras kepala, tolol atau sebutan
negatif lainnya, sebaiknya orang tua mau memahami sebagai proses perkembangan
anak dari sikap dependent menuju kearah independent.
2. Agresi (Agression)
Yaitu perilaku menyerang balik secara fisik
(nonverbal) maupun kata-kata (verbal). Agresi merupakan salah bentuk reaksi
terhadap rasa frustasi ( rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau
keinginannya). Biasanya bentuk ini diwujudkan dengan menyerang seperti ;
mencubut, menggigit, menendang dan lain sebagainya.
Sebaiknya orang tua berusaha mereduksi, mengurangi
agresifitas anak dengan cara mengalihkan perhatian atau keinginan anak. Jika
orang tua menghukum anak yang agresif maka egretifitas anak akan semakin
memingkat.
3. Berselisih (Bertengkar)
Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung
atau terganggu oleh sikap atau perilaku anak lain.
4. Menggoda (Teasing)
Menggoda merupakan bentuk lain dari sikap agresif,
menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal
(kata-kata ejekan atau cemoohan) yang menimbulkan marah pada orang yang
digodanya.
5. Persaingan (Rivaly)
Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan
selalu didorong oleh orang lain. Sikap ini mulai terlihat pada usia empat
tahun, yaitu persaingan prestice dan pada usia enam tahun semangat bersaing ini
akan semakin baik.
6. Kerja sama (Cooperation)
Yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang lain.
Sikap ini mulai nampak pada usia tiga tahun atau awal empat tahun, pada usia
enam hingga tujuh tahun sikap ini semakin berkembang dengan baik.
7. Tingkah laku berkuasa (Ascendant behavior)
Yaitu tingkah laku untuk menguasai situasi sosial,
mendominasi atau bersikap bossiness. Wujud dari sikap ini adalah ; memaksa,
meminta, menyuruh, mengancam dan sebagainya.
8. Mementingkan diri sendiri (selffishness)
Yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau
keinginannya
9. Simpati (Sympaty)
Yaitu sikap emosional yang mendorong individu
untuk menaruh perhatian terhadap orang lain mau mendekati atau bekerjasama
dengan dirinya.
C. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu: keluarga, kematangan anak, status ekonomi keluarga, tingkat pendidikan,
dan kemampuan mental terutama emosi dan inteligensi.
1. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh
terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya.
Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif
bagi sosialisasi anak. Di dalam keluarga berlaku norma-norma kehidupan
keluarga, dan dengan demikian pada dasarnya keluarga merekayasa perilaku
kehidupan anak.
Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian
anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma
dalam menempatkan diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan
diarahkan oleh keluarga.
2.
Kematangan Anak
Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk
mampu mempertimbangan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang
lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional. Di samping itu,
kemampuan berbahasa ikut pula menentukan.
Dengan demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik
diperlukan kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu
menjalankan fungsinya dengan baik.
3.
Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status
kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan
memandang anak, bukan sebagai anak yang independen, akan tetapi akan dipandang
dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu. “ia anak siapa”. Secara
tidak langsung dalam pergaulan sosial anak, masyarakat dan kelompoknya dan
memperhitungkan norma yang berlaku di dalam keluarganya.
Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak memperhatikan
kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Sehubungan dengan itu,
dalam kehidupan sosial anak akan senantiasa “menjaga” status sosial dan ekonomi
keluarganya. Dalam hal tertentu, maksud “menjaga status sosial keluarganya” itu
mengakibatkan menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal
ini dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi “terisolasi” dari
kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan normanya
sendiri.
4.
Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah.
Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, akan
memberikan warna kehidupan sosial anak di dalam masyarakat dan kehidupan mereka
di masa yang akan datang. Pendidikan dalam arti luas harus diartikan bahwa
perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, masyarakat, dan
kelembagaan. Penanaman norma perilaku yang benar secara sengaja diberikan
kepada peserta didik yang belajar di kelembagaan
pendidikan(sekolah).
Kepada peserta didik bukan saja dikenalkan kepada norma-norma
lingkungan dekat, tetapi dikenalkan kepada norma kehidupan bangsa(nasional) dan
norma kehidupan antarbangsa. Etik pergaulan membentuk perilaku kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
5.
Kapasitas Mental, Emosi, dan Intelegensi
Kemampuan berpikir banyak mempengaruhi banyak hal, seperti
kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan
intelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu
kemampuan intelektual tinggi, kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian
emosional secara seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan
sosial anak.
Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain
merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah
dicapai oleh remaja yang berkemampuan intelektual tinggi.
D. Pengaruh Perkembangan Sosial terhadap Tingkah Laku
Dalam perkembangan sosial anak, mereka dapat
memikirkan dirinya dan orang lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri,
yang sering mengarah kepenilaian diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan
orang lain. Hasil pemikiran dirinya tidak akan diketahui oleh orang lain,
bahkan sering ada yang menyembunyikannya atau merahasiakannya.
Pikiran anak sering dipengaruhi oleh ide-ide dari
teori-teori yang menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain,
termasuk kepada orang tuanya. Kemampuan abstraksi anak sering menimbulkan
kemampuan mempersalahkan kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan
bagaimana yang semstinya menurut alam pikirannya.
Disamping itu pengaruh egoisentris sering terlihat,
diantaranya berupa :
1. Cita-cita dan idealism yangbaik, terlalu menitik beratkan
pikiran sendiri, tanpa memikirkan akibat labih jauh dan tanpa memperhitungkan
kesulitan praktis yang mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan
persoalan.
2. Kemampuan berfikir dengan pendapat sendiri, belum disertai
pendapat orang lain daalm penilaiannya.
Melalui banyak pengalaman dan penghayatan
kenyataan serta dalam menghadapi pendapat orang lain, maka sikap ego semakin
berkurang dan diakhir masa remaja sudah sangat kecil rasa egonya sehingga
mereka dapat bergaul dengan baik.
E. Kelainan Psikososial
Perkembangan
psikososial adalah perkembangan yang berhubungan dengan pemahaman seorang individu
atas situasi sosial di lingkungannya. Secara riil, psikososial ini meliputi
bagaimana seseorang mengetahui apa yang dirasakan orang lain, bagaimana
mengekspresikan perasaannya dengan cara yang dapat diterima oleh lingkungannya.
Selain itu, psikososial juga berkaitan dengan kemampuan seorang anak melepaskan
diri dari ibu atau orang penting didekatnya dan melakukan tugas-tugas yang
diberikan secara mandiri. Pada saat yang bersamaan, perkembangan psikososial
ini juga meliputi pemahaman seorang anak atas peraturan-peraturan yang ada di
sekitarnya.
Dengan
demikian yang dimaksud dengan kelainan psikososial adalah kelainan-kelainan
yang berhubungan dengan fungsi emosi, dan perhatian terhadap sekitarnya.
Beberapa penyimpangan atau kelainan perilaku yang muncul berkaitan dengan fungsi-fungsi ini antara lain adalah :
Beberapa penyimpangan atau kelainan perilaku yang muncul berkaitan dengan fungsi-fungsi ini antara lain adalah :
• Gangguan emosi
gangguan
emosi tampak melalui perilaku ekstrim seperti terlalu agresif, terlalu menarik
diri, berteriak, diam seribu bahasa, terlalu gembira atau terlalu sedih.
Perilaku ekstrim ini muncul dalam tempo yang tidak sebentar dan dalam situasi
yang tidak tepat. Masyarakat kadang-kadang membeei label pada mereka yang
memiliki hambatan ini dengan sebutan “anak nakal” misalnya.
• Gangguan perhatian
gangguan
perhatian tampak sebagai kesulitan seorang anak dalam memberikan perhatian
terhadap objek disekitarnya, sekalipun dalam waktu tidak lama. Termasuk dalam
kelainan ini adalah hiperaktif, sulit memusatkan perhatian (adhd) dan autism.
Secara sekilas, penyandang gangguan ini dapat terlihat seperti anak dengan
keterbelakangan mental, kelainan perilaku, gangguan pendengaran atau bahkan
berperilaku aneh dan nyentrik. Yang lebih menyulitkan lagi adalah semua gejala
tersebut diatas dapat timbul secara bersamaan, sehingga dapat dikatakan bahwa anak-anak
yang memiliki gangguan perhatian ini termasuk memiliki gangguan yang kompleks.
Untuk memastikan apakah seorang anak memiliki gangguan perhatian ini, utamanya
autism, perlu dilakukan oleh dokter, psikolog, terapis, guru dan utamanya
keterangan orang tua, mengenai sejarah perkembangannya.
Deteksi
kelainan perkembangan dapat dilakukan oleh orang tua sejak dini. Semakin cepat
orang tua menemukan kelainan-kelainan pada anaknya akan semakin baik dan mudah
penanganannya. Sebagaimana dikatakan para pakar bahwa ada tidaknya perubahan
kwalitas perkembangan anak sedikit banyak adalah hasil dari pembiasaan yang
diterapkan oleh orang tuanya. Seorang anak yang terbiasa mendapati lingkungan
yang menyenangkan (hawa udara, cahaya, suara) dan tidak mengalami hal-hal yang
menakutkan atau serba tidak menentu akan cenderung menumbuhkan perasaan
mempercayai sesuatu. Sebaliknya, jika seorang anak dibesarkan oleh kebiasaan
yang tidak menyenangkan, ia akan tumbuh menjadi anak yang mudah curiga atau
tidak mempercayai sesuatu, dingin dan acuh tak acuh . Bahkan diduga, mereka
yang tidak mendapatkan hal-hal yang menyenangkan akan tumbuh menjadi pribadi yang
tidak memiliki belas kasih.
H.Erikson
(dalam Gunarsa, l980), mengatakan bahwa kuncinya adalah pada fungsi pengindraan
sebagai alat pertama untuk melakukan hubungan dan pengalaman sosial yang pada
muaranya mempengaruhi reaksi dan sikap seseorang di kemudian hari. Karena anak
atau bayi paling sering memperoleh makanan melalui mulut, maka ia berhadapan
pertama kali dengan lingkungan sosialnya melalui mulut. Anak akan merasakan
hubungan-2 sosial yang pertama ini melalui hal-hal yang kualitatis daripada
hal-hal yang kuantitatif, seperti seringnya memperoleh makanan. Dengan kata
lain anak akan merasakan kehangatan cinta kasih dari ibu atau pengasuhnya,
melalui caranya memberikan makanan, caranya menyusui , caranya mengajak tertawa
dan berbicara dengan anak maupun cara-cara yang lain, yang ditunjukkan untuk
menyatakan keberadaan si anak. Pengalaman ini untuk selanjutnya akan menjadi
bekal bagi anak atau seseorang ketika melalui hari-hari panjangnya yang lebih
kompleks di kemudian hari, manakala ia melewati fase-fase berikutnya.
F. Perkembangan Emosi
Emosi
adalah suatu reaksi tubuh menghadapi situasi tertentu. Sifat dan intensitas
emosi biasanya terkait erat dengan aktivitas kognitif (berpikir) manusia
sebagai hasil persepsi terhadap situasi. Emosi adalah hasil reaksi kognitif
terhadap situasi spesifik. Emosilah yang seringkali menghambat orang tidak
melakukan perubahan. Ada perasaan takut dengan yang akan terjadi, ada rasa
cemas, ada rasa khwatir, ada pula rasa marah karena adanya perubahan.
Anak
kecil bereaksi dengan intensitas yang sama tetapi dia sering
marah dan cenderung cemburu ketika dia merasakan kasih sayangnya berkurang, baik
terhadap situasi yang remeh maupun yang serius.
1.
Gejala-Gejala yang akan dihadapi:
·
Ditandai dengan rasa
bosan
·
Takut
·
Menangis
·
Marah
·
Kebiasaan berbohong
·
Berbuat kasar kepada teman
·
Bereaksi secara
berlebihan terhadap hal-hal yang kecil, dan perubahan yang drastis terhadap
penampilan akademik.
2.
Penyebabnya :
Penyebab emosi pada anak ada 2 penyebab emosi pada anak
yaitu emosi umum dan kondisi sekitar anak :
1.
Pola
emosi yang umum pada anak-anak adalah :
§
Rasa Takut
Rangsangan takut bayi biasanya
berupa suara keras, binatang,tempat gelap, rasa sakit dan sebagainya. Anak
kecil lebih takut pada benda-benda dibandingkan dengan bayi. Alasannya anak
kecil lebih mampu mengenal bahaya dibandingkan dengan bayi .
§ Rasa Marah
Rasa marah sering diekspresikan oleh anak-anak daripada rasa takut.
Alasannya karena anak-anak mengetahui bahwa kemarahan adalah cara untuk
mendapatkan sesuatu yang mereka inginkan .
§ Rasa Cemburu
Rasa cemburu adalah reaksi yang normal
terhadap kehilangan rasa kasih sayang dari orang-orang disekeliling anak
tersebut. Pola rasa cemburu dikombinasikan dengan rasa takut dan amarah .
§
Rasa Gembira
Kegembiraan adalah emosi yang
menyenangkan. Anak merasa gembira mengekspresikannya dengan tertawa riang,
bertepuk tangan atau berlompat-lompat .
2. Kondisi sekitar anak yang
mempengaruhi emosi dominan
§
Kondisi kesehatan
Kondisi kesehatan yang baik mendorong emosi yang
menyenangkan menjadi dominan, sebaliknya kondisi kesehatan yang buruk mendorong
emosi yang tidak menyenangkan menjadi dominan.
§
Suasana rumah
Jika anak tumbuh didalam keluarga yang penuh dengan kebahagiaan maka hal
tersebut mendorong emosi yang menyenangkan untuk anak, sebaliknya juga
apabila anak tumbuh dilingkungan keluarga yang penuh dengan pertengkaran,
dendam, kecemburuan maka hal itu akan mendorong emosi yang tidak menyenangkan
untuk anak.
REFERENSI:
Yusuf
L.N, Syamsu dan Nani M. Sugandhi. 2012. Perkembangan Peserta Didik.
Depok: Raja
Grafindo Persada.
Nurihsan Juntika. 2007. Buku Materi Pokok Perkembangan
Peserta didik . Bandung: Sekolah
Pasca
Sarjana (UPI).
Suryabrata Sumadi, Psikologi Pendidikan; (PT Raja Grafindo, :
2004).
Wahyu, Rendra. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Peserta Didik. 17 Maret 2015. http://saranaprasarana.blogspot.com/2012/12/faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html
Chiira.
Perkembangan Emosi Pada Anak. 17 Maret 2015. http://debu-community.blogspot.com/2012/04/perkembangan-emosi-pada-anak.html
Comments
Post a Comment