MAKALAH
PERKEMBANGAN EMOSI DAN SOSIAL REMAJA
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur Pada Mata Kuliah
Perkembangan Peserta Didik
Dosen :
Dra. Yuyun Yulianingsih, M.Pd.
Disusun Oleh :
Hazmi Fauzi (1142080031)
Semester 2 A
PRODI PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2015
1. Perkembangan Emosi Remaja
1.1 Pengertian Emosi
Menurut English and English emosi adalah “ A complex feeling state accompanied
by characteristic motor and glandular activities “, yaitu suatu keadaan
perasaan yang kompleks yang disertai karakteristik kegiatan kelenjar dan
motoris. Menurut Crow
& Crow (1958) pengertian emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari
dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik yang berwujud suatu
tingkah laku yang tampak. Emosi merupakan setiap
keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah
maupun pada tingkat yang luas.
Warna afektif disini dapat diartikan sebagai perasaan – perasaan tertentu
yang dialami pada saat menghadapi ( menghayati ) suatu situasi tertentu,
contohnya gembira, bahagia, putus asa, terkejut, benci, tidak senang dan
sebagainya ( Yusuf Syamsu, 2006 ). Kadang seseorang masih dapat
mengontrol keadaan dirinya sehingga emosi yang dialami tidak tercetus keluar
dengan perubahan atau tanda – tanda fisiknya. Hal ini berkaitan dengan pendapat yang dikemukakan Ekman dan
Friesen yang dikenal dengan display rules, yang dibagi menjadi tiga rules,
yaitu masking, modulation dan simulation. Masking adalah keadaan
seseorang yang dapat menyembunyikan atau dapat menutupi emosi yang
dialaminya. Emosi yang dialaminya tidak tercetus melalui ekspresi
fisiknya, misalnya orang yang sangat sedih karena kehilangan anggota
keluarganya, kesedihan tersebut dapat diredam atau ditutupi, dan tidak ada
gejala fisik yang menyebabkan tampaknya perasaan sedih tersebut.
Sedangkan pada modulation seseorang tidak mampu meredam secara tuntas mengenai
gejala fisiknya, tetapi hanya dapat menguranginya saja, misalnya karena sedih,
ia menangis tetapi tidak terlalu kuat dan keras. Pada simulation
seseorang sebenarnya tidak mengalami emosi, tetapi ia seolah – olah mengalami
emosi dengan menampakkan gejala – gejala fisik. Display rules sebenarnya
dipengaruhi oleh unsur budaya, misalnya adalah tidak etis kalau menangis dengan
meronta – ronta di hadapan umum meskipun kehilangan keluarga yang sangat
dicintainya ( Walgito Bimo, 2004 ).
1.2 Karakteristik Perkembangan Emosi
Remaja
Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak ke
masa dewasa.Pada masa ini remaja mengalami perkembangan mencapai kematangan fisik,mental,social dan
emosional.Masa ini biasanya dirasakan sebagai masa yang sulit, baik bagi remaja
sendiri maupun bagi keluarga atau lingkungannya.
Karena berada pada masa peralihan antara masa anak-anak ke masa
dewasa, maka status remaja agak kabur,baik bagi dirinya mupun bagi
lingkungannya.Conny Semiwan mengibaratkan : “terlalu besar untuk serbet,tetapi
terlalu kecil untuk taplak meja” karena sudah bukan anak-anak lagi,tetapi juga
belum dewasa. Masa remaja biasanya memiliki energi yang besar, emosi
berkobar-kobar, sedangkan pengendalian diri belum sempurna.Remaja juga sering
mengalami perasaan tidak aman, tidak tenang, dan khawatir kesepian.
Secara garis besar, masa remaja
dapat dibagi kedalam empat periode, yaitu : periode pra-remaja, remaja awal,
remaja tengah, dan remaja akhir. Adapun karakteristik untuk setiap periode
adalah sebagaimana dipaparkan berikut ini.
1. Periode Pra-remaja
Selama periode ini terjadi
gejala-gejala yang hampir sama antara remaja pria maupun wanita. Perubahan
fisik belum begitu tampak jelas, tetapi pada remaja putri biasanya
memperlihatkan penambahan berat badan yang cepat sehingga mereka merasa
kegemukan. Gerakan-gerakan mereka mulai menjadi kaku. Perubahan ini disertasi
sifat kepekaan terhadap rangsang-rangsang dari luar, responnya biasa berlebihan
sehingga mereka mudah tersinggung dan cengeng, tetapi juga cepat merasa senang
atau bahkan meledak-ledak.
2. Periode Remaja Awal
Selama periode ini perkembangan
gejala fisik yang semakin tampak jelas adalah perubahan fungsi alat-alat
kelamin. Karena perubahan alat-alat kelamin serta perubahan fisik yang semakin
nyata ini, remaja seringkali mengalami
kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan itu. Akibatnya,
tidak jarang mereka cenderung menyendiri sehingga tidak jarang pula meras
terasing, kurang perhatian dari orang lain, atau bahkan merasa tidak ada orang
yang mau memperdukikannya. Kontrol terhadap dirinya bertambah sulit dan mereka
cepat marah dengan cara-cara yang kurang wajar untuk meyakinkan dunia
sekitarnya. Perilaku seperti ini sesungguhnya terjadi kerena adanya kecemasan
terhadap dirinya sehingga muncul dengan reaksi yang kadang-kadang tidak wajar.
3. Periode Remaja Tengah
Tanggung jawab hidup yang harus
semakin ditingkatkan oleh remaja untuk dapat menuju kea rah mampu memikul
sendiri seringkali menimbulkan masalah tersendiri bagi remaja. Karena tuntutan
peningkatan tanggungjawab ini tidak hanya datang dari orang tua atau anggota
keluarganya melainkan juga dari masyarakat sekiternya, maka tidak jarang
masyarakat juga terbawa-bawa menjadi masalah bagi remaja. Melihat fenomena yang
sering terjadi dalam masyarakat seringkali juga menunjukan adanya kontradiksi
antara nilai-nilai moral yang mereka ketahui, maka tidak jarang pula remaja
mulai meragukan apa yang disebut baik atau buruk. Akibatnya, remaja seringkali
ingin membentuk nilai-nilai mereka sendiri yang mereka anggap benar, baik, dan
pantas untuk dikembangkan di kalangan mereka sendiri.lebih-lebih jika orang tua
atau orang dewasa disekitarnya ingin memaksakan nilai-nilainya agar dipatuhi
oleh remaja tanpa disertai dengan alasan yamg masuk akal menurut mereka atau
bahkan orang tua atau orang dewasa
menunjukkan perikaku yang tidak konsisten dengan nilai-nilai yang
dipaksakannya itu.
4. Periode Akhir Remaja
Selama periode ini remaja mulai
memandang dirinya sebagai orang dewasa dan mulai mampu menunjukan pemikiran,
sikap dan perilaku yang semakin dewasa. Oleh sebab itu, orang tua dan
masyarakat mulai memberikan kepercayaan yang selayaknya kepada mereka.
Interaksi dengan orang tua juga menjadi semakin labih bagus dan lancar karena
mereka sudah semakin memiliki kebebasan yang relative terkendali serta
emosinyapun mulai stabil. Pilihan arah hidup sudah semakin jelas dan mulai
mampu mengambil pilihan serta keputusan tentang arah hidupnya secara lebih
bijaksana meskipun belum bisa secara
penuh. Mereka juga mulai memilih cara-cara hidup dipertanggungjawabkan terhadap
dirinya sendiri, orang tua, dan masyarakat (M.Asrori, 2008 : 63-65).
1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Emosi Remaja
a.
Perubahan jasmani atau fisik
Perubahan atau pertumbuhan yang berlangsung cepat selama masa puber
menyebabkan keadaan tubuh menjadi tidak seimbang. Ketidakseimbangan ini
mempengaruhi kondisi prikis remaja. Tidak setiap remaja siap menerima perubahan
yang dialami, karena tidak semuanya menguntungkan. Terutama perubahan tersebut
mempengaruhi penampilannya. Hal ini menyebabkan rangsangan didalam tubuh remaja
yang sering kali menimbulkan masalah dalam perkembangan psikisnya, khususnya
perkembangan emosinya.
b.
Perubahan dalam hubungan orang
tua
Orang tua yang mendidik anaknya yang sedang beranjak dewasa dengan cara apa
yang dianggap baik oleh orang tua, misal cara yang otoriter, penerapan disiplin
yang terlalu kaku, terlalu mengekang dapat menimbulkan ketegangan
antara orang tua dan anak, yang akan mempengaruhi perkembangan emosinya.
Kemudian jika penerapan hukuman dilakukan dengan cara yang tidak bijak dapat
menyebabkan ketegangan yang lebih berat sehingga dapat menimbulkan
pemberontakan pula, karena pada dasarnya ada kecenderungan remaja untuk melepas
diri dari orang tua.
c.
Perubahan dalam hubungan dengan
teman-teman
Pada awal remaja biasanya mereka suka membentuk gang yang biasanya pula
memiliki tujuan yang positif untuk memenuhi minat bersama mereka, namun jika
diteruskan pada masa remaja tengah atau remaja akhir para anggota mungkin
membutuhkannya untuk melawan otoritas atau untuk melakukan yang tidak baik.
Yang paling sering mendatangkan masalah adalah hubungan percintaan antar lawan
jenis dikalangan remaja. Percintaan dikalangan remaja juga terkadang
manimbulkan konflik dengan orang tua, karena ada kekhawatiran dari pihak orang
tua kalau terjadi hal-hal yang diluar batas sehingga mereka melarang anaknya
pacaran.
d.
Perubahan dalam hubungannya
dengan sekolah
Menginjak remaja mungkin mereka mulai menyadari betapa pentingnya
pendidikan untuk kehidupan dimasa mendatang. Hal ini sedikit banyak dapat
menyebabkan kecemasan sendiri bagi remaja. Lebih lanjut berkaitan dengan apa
yang akan mereka lakukan setelah lulus.
e.
Perubahan atau penyesuaian
dengan lingkungan baru.
1) Perubahan
yang radikal menyebabkan perubahan terhadap pola kehidupannya.
2) Adanya
harapan sosial untuk perilaku yang lebih matang.
3) Aspirasi
yang tidak realistis.
Selain hal-hal yang telah disebutkan diatas, kiranya masih banyak
faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja atau peserta didik.
Namun dari yang telah diuraikan diatas rasanya telah cukup banyak faktor yang
mempengaruhi perkembangan emosi remaja.
2. Perkembangan Sosial Remaja
2.1. Pengertian Perkembangan
Sosial
Pada awal manusia dilahirkan
belum bersifat sosial, dalam artian belum memiliki kemampuan dalam berinteraksi
dengan orang lain. Kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan
pengalaman bergaul dengan orang-orang dilingkungannya.
Pada dasarnya pribadi manusia
tak sanggup taksanggup hidup seorang diri tanpa lingkungan psikis dan
rohaniahnya walaupun secara biologis-fisiologis ia dapat mempertahankan dirinya
sendiri.
Hubungan sosial merupakan
hubungan antarmanusia yang saling membutuhkan. Pada jenjang perkembangan
remaja, seorang remaja bukan saja memerlukan orang lain demi memenuhi kebutuhan
pribadinya, tetapi juga melakukan tahap perkembangan sosial.Pengertian
perkembangan sosial adalah berkembangnya tingkat hubungan antar manusia
sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia.
Perkembangan sosial merupakan
pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula
diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma
kelompok, moral dan tradisi meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling
berkomunikasi dan kerja sama.
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Perkembangan Sosial
Remaja yang dalam masa
mencari dan ingin menentukan jati dirinya memiliki sikap yang terlalu tinggi
menilai dirinya atau sebaliknya. Mereka belum memahami benar tentang
norma-norma sosial yang berlaku di dalam kehidupan bermasyarakat. Keduanya
dapat menimbulkan hubungan social yang kuarang serasi, karena mereka sukar
untuk menerima norma sesuai dengan kondisi dalam kelompok atau masyarakat.
Sikap menentang dan sikap canggung dalam pergaulan akan merugikan kedua belah
pihak. Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya pengembangan hubungan social
remaja yang diawali dari lingkungan keluarga, sekolah serta lingkungan
masyarakat.
Perkembangan sosial manusia
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: keluarga, kematangan anak, status
ekonomi keluarga, tingkat pendidikan, dan kemampuan mental terutama emosi dan
inteligensi.
1.Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan
pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak,
termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga
merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Di dalam keluarga
berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada dasarnya
keluarga merekayasa perilaku kehidupan anak.Proses pendidikan yang bertujuan
mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga. Pola
pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan diri terhadap lingkungan yang
lebih luas ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga.
2. Kematangan Anak
Bersosialisasi memerlukan
kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu mempertimbangan dalam proses sosial,
memberi dan menerima pendapat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan
emosional. Di samping itu, kemampuan berbahasa ikut pula menentukan. Dengan
demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik
sehingga setiap orang fisiknya telah mampu menjalankan fungsinya dengan baik.
3. Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak
dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan
masyarakat. Masyarakat akan memandang anak, bukan sebagai anak yang independen,
akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu.
“ia anak siapa”. Secara tidak langsung dalam pergaulan sosial anak, masyarakat
dan kelompoknya dan memperhitungkan norma yang berlaku di dalam keluarganya.
Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Sehubungan dengan itu, dalam kehidupan sosial anak akan senantiasa “menjaga” status sosial dan ekonomi keluarganya. Dalam hal tertentu, maksud “menjaga status sosial keluarganya” itu mengakibatkan menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi “terisolasi” dari kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan normanya sendiri.
Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Sehubungan dengan itu, dalam kehidupan sosial anak akan senantiasa “menjaga” status sosial dan ekonomi keluarganya. Dalam hal tertentu, maksud “menjaga status sosial keluarganya” itu mengakibatkan menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi “terisolasi” dari kelompoknya. Akibat lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan normanya sendiri.
4.Pendidikan
Pendidikan merupakan proses
sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian
ilmu yang normatif, akan memberikan warna kehidupan sosial anak di dalam
masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang akan datang. Pendidikan dalam arti
luas harus diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan
keluarga, masyarakat, dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku yang benar
secara sengaja diberikan kepada peserta didik yang belajar di
kelembagaan pendidikan(sekolah). Kepada peserta didik bukan saja dikenalkan
kepada norma-norma lingkungan dekat, tetapi dikenalkan kepada norma kehidupan
bangsa(nasional) dan norma kehidupan antarbangsa. Etik pergaulan membentuk
perilaku kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
5.Kapasitas Mental, Emosi, dan Intelegensi
Kemampuan berpikir banyak
mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan
berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan
berbahasa secara baik. Oleh karena itu kemampuan intelektual tinggi, kemampuan
berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara seimbang sangat menentukan
keberhasilan dalam perkembangan sosial
anak. Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan modal
utama dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja
yang berkemampuan intelektual tinggi.
2.3. Tingkah laku sosial pada priode remaja
Masa
remaja adalah saat mencoba melakukan peranan social yang baru yang menuntut
cara-cara bertingkah laku social tertentu. Dalam suasana mencoba melaksanakan
peranan social dan tingkah laku social yang baru ini, remaja dapat saja
mengalami berbagai rintangan dan kegagalan. Ada berbagai macam kekhususan
tingkah laku social remaja yang penting untuk dipahami, yaitu :
1.
Ketertarikan terhadap lawan jenis. Hal ini merupakan suatu perubahan hubungn social yang
menonjol pada periode remaja. Ketertarikan terhadap lawan jenis dapat dilihat
dari kegembiraan dalam kelompok anggota yang yang kelompok anggotanya
heterogan, yaitu terdiri dari pria dan wanita yang sebelumnya remaja menyukai
berkelompok dengan anggota kelompok yang homogen, yaitu terdiri wanita sama
wanita pria sama pria. Adda beberapa criteria yang harus dimiliki remaja untuk
dapat menjadi popular diantaranya penampilan fisik yang menarik ( pria dengan
bentuk tubuh gagah dan wanita dengan wajah yang menawan dan tubuh yang
seimbang, sikap yang tenang namun periang, dan penuh perhatian) ( Hurlock,
1980).
2. Kemandirian
bertingkah laku social. Tingkah
laku lainnya yang berkembang pada priode remaja adalah tingkah laku social yang
mandiri, artinya remaja memilih dan menentukan sendiri dengan siapa dia akan
berteman. Karena remaja berusaha mandiri dalam bersosialisasi maka diharpkan
remaja dapat mengambil keputusan tingkah laku yang tepat dalam menghadapi
orang-orang yang baru dalam situasi yang baru, dan semua ini memerlukan proses
belajar.
3. Kesenangan
berkelompok. Hidup
berkelompok teman sebaya merupakan kebutuhan pada masa remaja. (Hurlock, 1980).
a. Kelompok
temen dekat. Kelompok ini muncul pada masa remaja awal atau puber yang terdiri
dari dua atau tiga orang teman dekat dengan jenis kelain yang sama. Dalam
kelompok terjadi saling membantu pemecahan masalah, berbagai rasa aman namun
tidak jarang terjadi pertengkaran, tapi mereka akan rukun kembali.
b. Kelompok
kecil. Teman yang dipilih cenderung yang sama minat dan sama pandangan dalam
memahami permasalahan hidup.
c. Kelompok
besar. Kelompok ini terbentuk sejalan dengn peningkatan aktivitas remaja itu
seperti kegiatan rekreasi, acara-acara kesenian, olah raga, dll.
d. Kelompok
terorganisasi. Merupakan kelompok pemuda yang terorganisir oleh orang dewasa
untuk tujuan pembinaan terhadap remaja. Kegiatannya diarahkan kepada kegiatan
yang bermanfaat bagi perkembangan remaja itu sendiri maupun masyarakat.
e. Kelompok
Geng. Kelompok ini beranggotakan remaja yang ditolak atau tidak puas dalam
kelompok terorganisasi, lalu menggabungkan diri menjadi kelompok yang disebut
geng.
Fungsi teman sangat penting bagi
remaja terutama sebagai tempat berbagi rasa dan penderitaan maupun kebahagiaan
serta belajar cara-cara menghadapi masalah yang banyak timbul karena
tugas-tugas perkembangan yang harus mereka kuasai. Pada masa remaja akhir teman
lawan jenis sangat penting walaupun teman sesama jenis tetap dibutuhkan. Teman
yang dipilih cenderung yang sama pandangan dan memahami permasalahan kehidupan.
2.4. Perbedaan Individual dalam Perkembangan Sosial
Bergaul
dengan sesama manusia (sosialisasi) dilakukan oleh setiap orang, baik secara individual
maupun berkelompok. Dilihat dari berbagai aspek, terdapat perbedaan individual
manusia, yang hal itu tampak juga dalam perkembangan sosialnya.Sesuai dengan
Teori komprehensif yang dikemukakan oleh Erickson yang menyatakan bahwa manusia
hidup dalam kesatuan budaya yang utuh, alam dan kehidupan masyarakat
menyediakan segala Hal yang dibutuhkan manusia. Namun sesuai dengan minat,
kemampuan, dan latar belakang kehidupan budayanya maka berkembang kelompok-kelompok
sosial yang beranekaragam.Remaja yang telah mulai mengembangkan kehidupan
bermasyarakat, maka telah mempelajari pola-pola yang sesuai dengan kepribadiannya.
2.5. Implikasi Perkembangan Sosial terhadap
Penyelenggaraan Pendidikan
Remaja
yang dalam masa mencari dan ingin menentukan jati dirinya memiliki sikap yang
terlalu tinggi menilai dirinya atau sebaliknya. Mereka belum memahami benar tentang norma-norma sosial yang
berlaku di dalam kehidupan bermasyarakat. Keduanya dapat menimbulkan hubungan
sosial yang kuarang serasi, karena mereka sukar untuk menerima
norma sesuai dengan kondisi dalam kelompok atau masyarakat. Sikap
menentang dan sikap canggung dalam pergaulan akan merugikan kedua belah pihak.
Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya pengembangan hubungan social remaja
yang diawali dari lingkungan keluarga, sekolah serta lingkungan masyarakat.
1. Lingkungan
Keluarga
Orang tua
hendaknya mengakui kedewasaan remaja dengan jalan memberikan kebebasan
terbimbing untuk mengambil keputusan dan tanggung jawab sendiri. Iklim
kehidupan keluarga yang memberikan kesempatan secara maksimal terhadp
pertumbuhan dan perkembangan anak akan dapat membantu anak memiliki kebebasan
psikologis untuk mengungkapkan perasaannya. Dengan cara demikian,
remaja akan merasa bahwa dirinya dihargai, diterima, dicintai,
dan dihormati sebagai manusia oleh orang tua dan anggota keluarga
lainnya.
Dalam konteks bimbingan orang tua
terhadap remaja, Hoffman (1989) mengemukakan tiga jenis pola asuh orang tua
yaitu :
a) Pola asuh bina kasih (induction)
Yaitu pola
asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa
memberikan penjelasan yang masuk akal terhadap setiap keputusan dan perlakuan
yang diambil oleh anaknya.
b) Pola asuh unjuk kuasa (power
assertion)
Yaitu pola
asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan senantiasa
memaksakan kehendaknya untuk dipatuhi oleh anak meskipun anak tidak dapat
menerimanya.
c) Pola asuh lepas kasih (love
withdrawal)
Yaitu pola
asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan cara menarik
sementara cinta kasihnya ketika anak tidak menjalankan apa yang dikehendaki
orang tuanya, tetapi jika anak sudah mau melaksanakan apa yang dihendaki orang
tuanya maka cinta kasihnya itu dikembalikan seperti sediakala. Dalam konteks
pengembangan kepribadian remaja, termasuk didalamnya pengembangan hubungan
sosial, pola asuh yang disarankan oleh Hoffman (1989) untuk diterpakan adalah
pola asuh bina kasih (induction). Artinya, setiap keputusan yang diambil oleh
orang tua tentang anak remajanya atau setiap perlakuan yang diberikan orang tua
terhadap anak remajanya harus senantiasa disertai dengan penjelasan atau alasan
yang rasional. Dengan cara demikian, remaja akan dapat mengembangkan
pemikirannya untuk kemudian mengambil keputusan mengikuti atau tidak terhadap
keputusan atau perlakuan orang tuanya.
2. Lingkungan
Sekolah
Di dalam
mengembankan hubungan social remaja, guru juga harus mampu mengembangkan proses
pendidikan yang bersifat demokratis, guru harus berupaya agar pelajaran yang
diberikan selalu cukup menarik minat anak, sebab tidak jarang anak menganggap
pelajaran yang diberikan oleh guru kepadanya tidak bermanfaat. Tugas guru tidak
hanya semata-mata mengajar tetapi juga mendidik. Artinya, selain menyampaikan
pelajaran sebagai upaya mentransfer pengetahuan kepada peserta didik, juga
harus membina para peserta didik menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab.
Dengan demikian, perkembangan hubungan sosial remaja akan dapat berkembang
secara maksimal.
3. Lingkungan
Masyarakat
a) Penciptaan
kelompok sosial remaja perlu dikembangkan untuk memberikan rangsang kepada
mereka kearah perilaku yang bermanfaat.
b) Perlu
sering diadakan kegiatan kerja bakti , bakti karya untuk dapat mempelajari
remaja bersosialisasi sesamanya dan masyarakat.
Referensi
:
Rumini,
Sri dan Siti Sundari. 2004. Perkembangan anak dan remaja. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Fatimah,
Enung. 2010. Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik). Bandung:
CV Pustaka Setia.

Comments
Post a Comment