Laporan Penelitian Pengaruh Lingkungan Terhadap Perkembangan Fisik, Intelektual, Sosial dan Keagamaan Anak Usia SD
PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP PERKEMBANGAN FISIK, INTELEKTUAL, SOSIAL
DAN KEAGAMAAN ANAK USIA SD
LAPORAN PENELITIAN
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur Pada Mata Kuliah
Perkembangan Peserta Didik
Dosen :
Dra. Yuyun Yulianingsih, M.Pd.
Disusun Oleh :
Hazmi Fauzi (1142080031)
Semester 2 A
PRODI PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2015
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik
Allah yang telah melimpahkan bermacam-macam nikmat dan karunia kepada
hamba-Nya, baik kekuatan fisik-material maupun kekuatan intelektual, mental dan
spiritual. Berkat limpahan rahmat dan hidayah-Nya, qudrah dan iradah-Nya
akhirnya kami dapat menyelesaikan tugas laporan ini.
Shalawat dan salam semoga dicurahkan kepada Nabi kita Muhammad Saw,
penguhulu alam yang telah merintis jalan
kebenaran dan memberi petunjuk bagi terbukanya cakrawala ilmu dan pengetahuan,
beserta para keluarganya, sahabatnya dan kita selaku umatnya yang setia hingga
akhir zaman.
Laporan
Penelitian ini kami buat dalam rangka memenuhi salah satu tugas terstruktur
pada mata kuliah Perkembangan Peserta Diddik oleh Ibu Dra. Yuyun Yulianingsih,
M.Pd. Adapun Laporan Penelitian yang kami sajikan ini berjudul “Pengaruh
Lingkungan Terhadap Perkembangan Fisik, Intelektual, Sosial dan Keagamaan
Anak Usia SD” yang diperoleh melalui
penelitian secara langsung dan tinjauan pustaka yang disadur dari berbagai
sumber.
Melalui laporan ini semoga pembaca dapat menambah
wawasan yang lebih luas dan juga memperoleh manfaat baik tersurat maupun
tersirat yang tertuang dalam Laporan ini.
Disamping itu Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen mata
kuliah yang senantiasa memberikan bimbingan dan motivasinya dalam kelancaran penyusunan laporan ini.
Kami menyadari bahwa laporan ini jauh dari
kesempurnaan dan masih banyak kekurangan. Untuk itu kami mengharapkan masukan
dan perbaikan dari dosen yang bersangkutan serta kritik dan saran yang
membangun dari pembaca untuk lebih baiknya laporan ini. Demikianlah dan jika
terdapat banyak kesalahan dalam laporan ini, kami selaku penulis mohon maaf
yang sebesar-besarnya.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR….................................................................................... i
DAFTAR ISI….................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN….………………………………….………….. 1
I.1 Latar Belakang…................................................................................ 1
I.2 Rumusan Masalah............................................................................... 1
I.3 Tujuan Penelitian................................................................................. 2
I.4 Batasan Masalah………………..…………………………………… 2
BAB II KAJIAN TEORI......…………………….………………………… 4
II.1 Perkembangan
Fisik Anak…………………...................................... 4
II.2 Perkembangan Intelektual Anak......................................................... 5
II.3 Perkembangan
Sosial Anak……......................................................... 7
II.4 Perkembangan Moral dan Keagamaan Anak....................................... 8
BAB III METODOLOGI PENELITIAN….….…………..………….……. 13
III.1 Waktu
dan Tempat Penelitian.............................................................. 13
III.2 Subjek
Penelitian…………………...……….….…………………..... 13
III.3 Teknik Pengambilan
Data.................................................................... 14
III.4 Rancangan
Tabulasi Data…….………………………...…………..... 14
BAB IV HASIL
DAN PEMBAHASAN…................………………………. 15
IV.1 Hasil
Penelitian…..………………….................................................. 15
IV.2 Pembahasan…..................................................................................... 15
IV.2.1 Pengaruh lingkungan terhadap pekembangan fisik,
intelektual,
sosial dan
keagamaan anak……………………………………….
IV.2.2 Cara
mengoptimalkan pengaruh lingkungan terhadap
perkembangan
fisik, intelektual, sosial dan keagamaan anak…..
BAB V PENUTUP…………………....……………………………………. 19
V.1 Kesimpulan…...................................................................................... 19
V.2 Saran…................................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA….………………………………………………….…… 20
LAMPIRAN…..…………………………………………………………….…... 21
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan merupakan suatu proses perubahan kuantitatif dan
kualitatif individu dalam tentang kehidupannya, mulai dari masa konsepsi, masa
bayi, masa kanak-kanak, masa anak, masa remaja, sampai masa dewasa.
Perkembangan juga dapat diartikan
juga sebagai “suatu proses perubahan dalam diri individu atau organisme, baik
fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah) menuju tingkat kedewasaan atau
kematangan yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan
berkesinambungan.”
Dalam prosesnya, perkembangan sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik itu dari dalam diri indivudu yang
bersangkutan (genetis) maupun dari luar individu (lingkungan). Hal tersebut
dapat memberikan dampak yang berbeda bagi setiap anak sehingga setiap anak
memiliki bentuk perkembangan yang beragam. Ada yang berjalan dengan baik
sebagaimana mestinya sesuai dengan teori-teori yang telah dikembangkan dan ada
juga yang mengalami keterbelakangan sesuai dengan pengaruh-pengaruh yang
diberikan kedua faktor tesebut.
Kedua faktor tersebut saling berkaitan
satu sama lain, yang memiliki pengertian bahwa keduanya sangat berperan penting
dalam proses berkembangnya suatu individu. Perkembangan disini mencakup setiap
aspek yang berkenaan dengan individu
baik itu perkembangan fisik, intelektual, sosial dan keagamaanya. Sebenarnya
masih banyak perkembangan yang dialami oleh individu khususnya usia anak, namun
penulis hanya meneliti beberapa perkembangan saja yang meliputi empat aspek
tadi.
Perkembangan fisik, intelektual,
sosial dan keagamaan anak sangat dipengaruhi oleh faktor genetis dan
lingkunganya. faktor genetis tersebut dapat berupa keturunan dan sifat-sifat
orangtua yang dimiliki. sedangkan faktor lingkungan dapat berupa keluarga,
teman, sekolah dan lingkungan sosial lain.
Pada kesempatan ini penulis hanya
meneliti mengenai pengaruh faktor lingkungan terhadap perkembangan fisik,
intelektual, sosial dan keagamaan anak. Penulis meneliti anak yang bernama Faiz
Ridho Maulana yang masih menginjak bangku Sekolah Dasar di Bandung. Untuk
penjelasan lebih lanjut akan dipaparkan pada bab-bab berikutnya.
I.2 Rumusan Masalah
a) Apa yang dapat dilakukan untuk mengetahui pengaruh lingkungan
terhadap perkembangan fisik, intelektual, sosial dan keagamaan anak?
b) Apa saja pengaruh lingkungan terhadap perkembangan fisik, intelektual,
sosial dan keagamaan anak khususnya Faiz?
c) Bagaimana cara mengoptimalkan pengaruh lingkungan terhadap
perkembangan fisik, intelektual, sosial dan keagamaan anak?
I.3 Tujuan
Penelitian
a) Untuk mengetahui apa yang dapat dilakukan untuk mengetahui
pengaruh lingkungan terhadap perkembangan fisik, intelektual, sosial dan
keagamaan anak.
b) Untuk mengetahui apa saja pengaruh lingkungan terhadap
perkembangan fisik, intelektual, sosial dan keagamaan anak.
c) Untuk mengetahui bagaimana cara mengoptimalkan pengaruh lingkungan
terhadap perkembangan fisik, intelektual, sosial dan keagamaan anak.
1.4 Batasan
Masalah
Batasan
masalah pada penelitian ini yakni pengaruh lingkungan terhadap perkembangan
fisik, intelektual, sosial dan keagamaan anak sekolah dasar yang berumur 10
tahun.
BAB II
KAJIAN TEORI
II.1
Perkembangan Fisik Anak
Perkembangan fisik usia
anak sekolah dasar umumnya berusia 6-12 tahun. Rentang usia tersebut disebut
sebagai masa anak. Yaitu fase antara masa kanak-kanak dan masa remaja. Secara
fisik, anak pada usia SD memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan
kondisi fisik sebelum dan sesudahnya. Pertumbuhan fisik anak dapat memberikan
pengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak secara keseluruhan. Selanjutnya,
pembahasan mengenai perkembangan fisik anak SD ini mencakup aspek-aspek :
1. Tinggi dan Berat
Badan
Pertumbuhan fisik
anak usia SD bila dibanding dengan masa usia remaja dan usia dini cenderung
lebih lambat dan bersifat konsisten. Perkembangan ini berlangsung sampai
terjadinya perubahan besar pada awal pubertas.
Tinggi dan berat
badan anak secara bertahap terus bertambah, penambahan itu diperkirakan
berkisar 2,5 - 3,5 kg dan 5 – 7 cm pertahun. Kaki anak lazimnya menjadi
bertambah panjang dan tubuhnya bertambah kurus. Kekuatan fisik umumnya
meningkat dua kali lipat. Selain faktor kematangan, unsur latihan juga sangat
membantu proses peningkatan dalam kekuatan otot.
2. Proporsi dan
Bentuk Tubuh
Proporsi dan bentuk
tubuh anak usia SD kelas-kelas awal umumnya kurang seimbang.
Kekuranganseimbangan tubuh anak dapat diamati pada bagian kepala, badan, dan
kaki. Kepala masih terlalu besar jika dibanding bagian tubuh lainnya. Jaringan
lemak anak SD berkembang lebih cepat dari pada jaringan ototnya.
Berdasarkan
tipologoi Sheldon, ada tiga kemungkinan bentuk primer tubuh anak SD yaitu :
(a) endomorph, yaitu
yang tampak lebih luar berbentuk gemuk dan berbadan besar.
(b) mesomorph, yang
kelihatan kokoh, kuat, dan lebih kekar.
(c) ectomorph yang
tampak jangkung, dada pipih, lemah, dan seperti tak berotot.
Kondisi proporsi dan
bentuk tubuh anak dapat memberikan dampak psikologis tertentu kepada anak.
Kondisi proporsi dan bentuk tubuh yang kurang seimbang dapat menumbuhkan
sikap-sikap negatif, bahkan penolokan terhadap dirinya sendiri.
3. Otak
Pertumbuhan otak dan
sistem syarafmerupakan salah satu aspek terpenting dalam perkembangan individu.
Didalam otak terdapat pusat-pusat saraf yang mengendalikan perilaku individu,
yang berhubungan dengan perilaku kognisi juga emosi. Dalam otak bagian tengah
terdapat sistem limbik dengan pusatnya yang disebut dengan amigdala.
Bila dibanding
pertumbuhan bagian-bagian tubuh lainnya, pertumbuhan otak dan kepala ini jauh
lebih cepat. Pertumbuhan otak itu terjadi pada masa usia dini.
Hal yang perlu
dicatat bahwa kematangan otak yang yang dikombinasi dengan pengalaman
berinteraksi dengan lingkungan sangat berpengaruh terhadap perkembangan kognisi
anak. Dalam hal ini diperlukan kebutuhan nutrisi dan rangsangan – rangsangan
yang membuat otak anak tersebut berfungsi.
4. Keterampilan
Motorik
Kemampuan gerak
motorik menjadi jauh lebih halus dan lebih terkoordinasi daripada sebelumnya
selama masa anak. Anak laki-laki lazimnya memiliki kemampuan yang lebih baik
daripada perempuan, karena jumlah sel otot laki-laki lebih banyak daripada anak
perempuan. Anak-anak usia SD lebih mampu mengendalikan tubuhnya sehingga dapat
duduk dan memperhatikan sesuatu secara lebih lama. Namun anak SD lebih suka
melakukan berbagai aktifitas fisik daripada berdiaam diri.
II.2 Perkembangan Intelektual Anak
Perkembangan intelektual merupakan hal yang sangat penting dalam
perkembangan individu manusia. Dengan intelektualnya manusia dapat membedakan
mana yang baik dan mana yang buruk.
Intelegent Quotient dan Emotional Quotient
IQ
biasanya digunakan untuk mengetahui kemampuan kognitif seorang anak. Kemampuan
kognitif menurut Piaget dibagi menjadi 4 tahap, yaitu :
1. Sensori-Motor (0-2) tahun
Sifat-sifat : Stimulus Bound, anak berinteraksi
dengan stimuli dari luar. Lingkungan dan waktu terbatas, kemudian berkembang
sampai dapat berimajinasi. Konsep tentang benda berkembang, mengembangkan
tingkah laku baru, kemampuan untuk meniru. Ada usaha untuk berfikir.
Perubahan yang terlihat : Gerakan tubuhnya
merupakan aksi refleks, merupakan eksperimen dengan lingkungannya.
2. Pra Operasional (2-7) tahun
Sifat-sifat : Belum sanggup melakukan operasi
mental. Belum dapat membedakan antara permainan dengan kenyataan atau belum
dapat mengembangkan struktur rasional yang cukup. Masa transisi antara struktur
sensori motor ke berpikir operasional.
Perubahan yang terlihat : Sifat egosentris baru
akan berkembang bila anak banyak berinteraksi sosial. Konsep tentang ruang dan
waktu mulai bertambah. Bahasa mulai dikuasai.
3. Operasional Konkret ( 7-11) tahun
Sifat-sifat : Berpikir konkret, karena daya
otak terbatas pada obyek melalui pengamatan langsung. Dapat mengembangkan
operasi mental, seperti menambah, mengurangi. Mulai mengembangkan struktur
kognitif berupa ide atau konsep. Melakukan operasi logika dengan pola berpikir
masih konkret.
Perubahan yang terlihat : Tidak egosentris
lagi. Berpikir tentang obyek yang berhubungan dengan berat, warna dan susunan.
Melakukan aktivitas yang berhubungan dengan obyek. Membuat keputusan logis.
4. Operasional Formal (11 tahun ke atas)
Sifat-sifat : Pola berpikir sistematis meliputi
proses yang kompleks. Pola berpikir abstrak dengan mempergunakan logika
matematika. Pengertian tentang konsep waktu dan ruang telah meningkat secara
signifikan.
Perubahan yang terlihat : Anak telah mengerti
tentang pengertian tak terbatas, alam raya dan angkasa luar.
Untuk mengetahui tinggi rendahnya
intelegensi peserta didik para ahli telah mengembangkan instrumen yang dikenal
dengan tes intelegensi/ tes IQ. Berdasarkan hasil tes IQ ini peserta didik
dapat diklasifikasikan sebagai:
a.
Anak jenius
|
IQ diatas 140
|
b.
Anak pintar
|
110-140
|
c.
Anak normal
|
90-110
|
d.
Anak kurang pintar
|
70-90
|
e.
Anak debil
|
50-70
|
f.
Anak dungu
|
30-50
|
g.
Anak idiot
|
IQ dibawah 30
|
Emotional Quotient atau sering disebut EQ merupakan
kemampuan untuk mengenali emosi diri sendiri, kemampuan untuk mengenali emosi
diri sendiri, kemampuan untuk mengelola dan mengekspresikan emosi diri sendiri
dengan tepat, kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, kemampuan untuk mengenal
orang lain dan kemampuan untuk membina hubungan dengan orang lain (Peter
Salovey, Universitas Harvard dan John Mayer, Universitas New Hamshire).
Kriteria
EQ menurut John Mayer adalah sebagai berikut :
a.
Empati
b.
Mengungkapkan dan memahami perasaan
c.
Mengendalikan amarah
d.
Kemandirian
e.
Kemampuan menyesuaikan diri
f.
Disukai
g.
Kemampuan memecahkan masalah antar pribadi
h.
Ketekunan
i.
Kesetiakawanan
j.
Keramahan
k.
Sikap hormat
II.3 Perkembangan Sosial Anak
A. Makna Perkembangan Sosial Anak
Perkembangan sosial adapt diartikan sebagai pencapaian kematangan
dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai proses
belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan
tradisi ; meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan
kerja sama. ( Syamsu Yusuf, 2007 )
Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian
belum memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial
anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan
orang-orang dilingkungannya.
Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirsakan
sejak usia enam bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain,
terutama ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum
dan perilaku sosial lain, seperti marah (tidak senang mendengar suara keras)
dan kasih sayang. Sunarto dan Hartono (1999) menyatakan bahwa :
Hubungan sosial (sosialisasi) merupakan hubungan antar manusia
yang saling membutuhkan. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan
terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan
bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat
hubungan sosial juga berkembang amat kompleks.
Dari kutipan diatas dapatlah dimengerti bahwa semamin bertambah
usia anak maka semakin kompleks perkembangan sosialnya, dalam arti mereka
semakin membutuhkan orang lain. Tidak dipungkiri lagi bahwa manusia adalah
makhluk sosial yang tidak akan mampu hidup sendiri, mereka butuh interaksi
dengan manusia lainnya, interaksi sosial merupakan kebutuhan kodrati yang
dimiliki oleh manusia.
B. Bentuk – Bentuk Tingkah laku Sosial
1. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan
pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak,
termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga
merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Di dalam keluarga berlaku
norma-norma kehidupan keluarga, dan dengan demikian pada dasarnya keluarga
merekayasa perilaku kehidupan anak.
Proses pendidikan yang
bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga.
Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam menempatkan diri terhadap lingkungan
yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan oleh keluarga.
2. Kematangan Anak
Bersosialisasi memerlukan
kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu mempertimbangan dalam proses sosial,
memberi dan menerima pendapat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan
emosional. Di samping itu, kemampuan berbahasa ikut pula menentukan.
Dengan demikian, untuk mampu
bersosialisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik sehingga setiap orang
fisiknya telah mampu menjalankan fungsinya dengan baik.
3. Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak
dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan
masyarakat. Masyarakat akan memandang anak, bukan sebagai anak yang independen,
akan tetapi akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu.
“ia anak siapa”. Secara tidak langsung dalam pergaulan sosial anak, masyarakat
dan kelompoknya dan memperhitungkan norma yang berlaku di dalam keluarganya.
Dari pihak anak itu sendiri,
perilakunya akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan
oleh keluarganya. Sehubungan dengan itu, dalam kehidupan sosial anak akan
senantiasa “menjaga” status sosial dan ekonomi keluarganya. Dalam hal tertentu,
maksud “menjaga status sosial keluarganya” itu mengakibatkan menempatkan
dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal ini dapat berakibat lebih
jauh, yaitu anak menjadi “terisolasi” dari kelompoknya. Akibat lain mereka akan
membentuk kelompok elit dengan normanya sendiri.
4. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses
sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan sebagai proses pengoperasian
ilmu yang normatif, akan memberikan warna kehidupan sosial anak di dalam
masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang akan datang. Pendidikan dalam arti
luas harus diartikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan
keluarga, masyarakat, dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku yang benar
secara sengaja diberikan kepada peserta didik yang belajar di kelembagaan
pendidikan(sekolah).
Kepada peserta didik bukan saja
dikenalkan kepada norma-norma lingkungan dekat, tetapi dikenalkan kepada norma
kehidupan bangsa(nasional) dan norma kehidupan antarbangsa. Etik pergaulan
membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
5. Kapasitas Mental, Emosi, dan Intelegensi
Kemampuan berpikir banyak
mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan
berbahasa. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi akan berkemampuan
berbahasa secara baik. Oleh karena itu kemampuan intelektual tinggi, kemampuan
berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara seimbang sangat menentukan
keberhasilan dalam perkembangan sosial anak.
Sikap saling pengertian dan
kemampuan memahami orang lain merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan
hal ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja yang berkemampuan intelektual
tinggi.
D. Pengaruh Perkembangan Sosial terhadap Tingkah Laku
Dalam perkembangan
sosial anak, mereka dapat memikirkan dirinya dan orang lain. Pemikiran itu
terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah kepenilaian diri dan kritik
dari hasil pergaulannya dengan orang lain. Hasil pemikiran dirinya tidak akan
diketahui oleh orang lain, bahkan sering ada yang menyembunyikannya atau
merahasiakannya.
Pikiran anak sering
dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang menyebabkan sikap kritis
terhadap situasi dan orang lain, termasuk kepada orang tuanya. Kemampuan
abstraksi anak sering menimbulkan kemampuan mempersalahkan kenyataan dan
peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semstinya menurut alam
pikirannya.
Disamping itu pengaruh egoisentris sering terlihat,
diantaranya berupa :
1. Cita-cita dan idealism yangbaik, terlalu menitik beratkan
pikiran sendiri, tanpa memikirkan akibat labih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan
praktis yang mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan.
2. Kemampuan berfikir dengan pendapat sendiri, belum disertai
pendapat orang lain daalm penilaiannya.
Melalui banyak
pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi pendapat orang
lain, maka sikap ego semakin berkurang dan diakhir masa remaja sudah sangat
kecil rasa egonya sehingga mereka dapat bergaul dengan baik.
II.4 Perkembangan
Moral dan Kegamaan Anak
Pieget Dan Norman J.Bull berpendapat bahwa pendidikan moral akan
berhasil , apabila pendidikan itu dilakukan sesuai dengan tahap perkembangan
moral anak. Dengan kata lain kedua ahli ini mencita-citakan adanya strategi
pendidikan moral yang disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan moral anak.
Pieget
mendefinisikan perkembangan moral Sebagai berikut:
1.
Pre-moral
yaitu anak tidak merasa wajib untuk menaati peraturan.
2.
Heteronomi,
yaitu anak merasa bahwa yang benar adalah patuh pada peraturan dan harus
menaati kekuasaan.
3.
Autonomi,
yaitu anak telah mempertimbangkan tujuan dan konsekuensi ketaatanya kepada
peraturan.
Adapun
Norman J.Bull (1969) berkesimpulan bahwa tahap perkembangan moral itu adalah:
1.
Anomi
, yaitu anak tidak merasa wajib untuk menaati peraturan.
2.
Heteronomi,
yaitu anak merasa bahwa yang benar adalah patuh pada peraturan yang sesuai
dengan peraturan kelompok.
3.
Autonomi,
yaitu anak telah mempertimbangkan konsekuensi ketaatanya pada peraturan.
Dalam perkembangan moral itu titik heteronomi dan autonomi leih
menggambarkan proses perkembangan darpiada toatalitas mental individu. Melalui
pergaulannya anak menegmbangkan pemahamanya mengenai tujuan dan sumber aturan .
Pada tahap autonomi anak menyadari akan aturan dan menghubungkanya dengan
pelaksanaanya. Tahap berikutnya adalah pelaksanaan autonomi.
1.
Tahapan Perkembangan Moral Anak
Kohlberg
mengemukakan teori perkembangan moral berdasar teori Piaget, yaitu dengan
pendekatan organismik (melalui tahap-tahap perkem-bangan yang memiliki urutan
pasti dan berlaku secara universal). Selain itu Kohlberg juga menyelidiki
struktur proses berpikir yang mendasari perilaku moral (moral behavior).Tahapan
perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang
berdasarkan perkembangan penalaran moralnya seperti yang diungkapkan oleh Lawrence Kohlberg. Teori ini berpandangan
bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari perilaku etis, mempunyai
enam tahapan
perkembangan yang dapat teridentifikasi. Ia mengikuti perkembangan
dari keputusan moral seiring penambahan usia yang semula diteliti Piaget,yang
menyatakan bahwa logika dan moralitas berkembang melalui tahapan-tahapan
konstruktif. Kohlberg memperluas pandangan dasar ini, dengan menentukan bahwa
proses perkembangan moral pada prinsipnya berhubungan dengan keadilan dan
perkembangannya berlanjut selama kehidupan,walaupun ada dialog yang
mempertanyakan implikasi filosofis dari penelitiannya. Kohlberg menggunakan
cerita-cerita tentang dilema moral dalam penelitiannya, dan ia tertarik pada
bagaimana orang-orang akan menjustifikasi tindakan-tindakan mereka bila mereka
berada dalam persoalan moral yang sama.
Tiga Level dan Enam Tahap Penalaran Moral menurut Kohlberg
Level
|
Rentang Usia
|
Tahap
|
Esensi Penalaran
Moral
|
Level 1 : Moralitas prakonvensional
|
Ditemukan pada anak-anak prasekolah, sebagian besar
anak-anak SD, sejumlah siswa SMP, dan segelintir siswa SMU
|
Tahap 1 : Hukuman – penghindaran dan kepatuhan (Punishment
– avoidance and obedience)
|
Orang membuat keputusan berdasarkan apa yang terbaik bagi
mereka, tanpa mempertimbangkan kebutuhan atau perasaan orang lain. Orang
mematuhi peraturan hanya jika peraturan tersebut dibuat oleh orang-orang yang
lebih berkuasa, dan mereka mungkin melanggarnya bila mereka merasa
pelanggaran tersebut tidak ketahuan orang lain. Perilaku yang “salah” adalah
perilaku yang akan mendapatkan hukuman
|
Tahap 2 : Saling memberi dan menerima (Exchange of favors)
|
Orang memahami bahwa orang lain juga memiliki kebutuhan.
Mereka mungkin mencoba memuaskan kebutuhan orang lain apabila kebutuhan
mereka sendiri pun akan memenuhi perbuatan tersebut (“bila kamu mau memijat
punggungku; aku pun akan memijat punggungmu”). Mereka masih mendefinisikan
yang benar dan yang salah berdasarkan konsekuensinya bagi diri mereka
sendiri.
|
||
Level 2 : Moralitas konvensional
|
Ditemukan pada segelintir siswa SD tingkat akhir, sejumlah
siswa SMP, dan banyak siswa SMU (Tahap 4 biasanya tidak muncul sebelum masa
SMU)
|
Tahap 3 : Anak baik (good boy/good girl)
|
Orang membuat keputusan melakukan tindakan tertentu
semata-mata untuk menyenangkan orang lain, terutama tokoh-tokoh yang memiliki
otoritas (seperti guru, teman sebaya yang populer). Mereka sangat peduli pada
terjaganya hubungan persahabatan melalui sharing, kepercayaan, dan kesetiaan,
dan juga mempertimbangkan perspektif serta maksud orang lain ketika membuat
keputusan.
|
Tahap 4 : Hukum dan tata tertib (Law and keteraturan).
|
Orang memandang masyarakat sebagai suatu tindakan yang utuh
yang menyediakan pedoman bagi perilaku. Mereka memahami bahwa peraturan itu
penting untuk menjamin berjalan harmonisnya kehidupan bersama, dan meyakini
bahwa tugas mereka adalah mematuhi peraturan-peraturan tersebut. Meskipun
begitu, mereka menganggap peraturan itu bersifat kaku (tidak fleksibel);
mereka belum menyadari bahwa sebagaimana kebutuhan masyarakat berubah-ubah,
peraturan pun juga seharusnya berubah.
|
||
Level 3 : Moralitas postkonvensional
|
Jarang muncul sebelum masa kuliah
|
Tahap 5 : Kontrak Sosial (Social contract).
|
Orang memahami bahwa peraturan-peraturan yang ada merupakan
representasi dari persetujuan banyak individu mengenai perilaku yang dianggap
tepat. Peraturan dipandang sebagai mekanisme yang bermanfaat untuk memelihara
keteraturan social dan melindungi hak-hak individu, alih-alih sebgai perintah
yang bersifat mutlak yang harus dipatuhi semata-mata karena merupakan
“hukum”. Orang juga memahami fleksibilitas sebuah peraturan; peraturan yang
tidak lagi mengakomodasi kebutuhan terpenting masyarakat bisa dan harus
dirubah.
|
Tingkat 6 : Prinsip etika universal (tahap ideal yang
bersifat hipotetis, yang hanya dicapai segelintir orang)
|
Orang-orang setia dan taat pada beberapa prinsip abstrak dan
universal (misalnya, kesetaraan semua orang, penghargaan terhadap harkat dan
martabat manusia, komitmen pada keadilan) yang melampaui norma-normadan
peraturan-peraturan yang spesifik. Mereka sangat mengikuti hati nurani dan
karena itu bisa saja melawan peraturan yang bertentangan dengan
prinsip-prinsip etis mereka sendiri.
|
2.
Tahapan
Perkembangan Keagamaan Anak
Adapun dalam pandangan para
psikolog agama, perkembangan keberagamaan pada anak melalui tiga tahapan
penting, yaitu sebagai berikut :
- The Fairy Tale Stage (tingkat dongeng). Hal ini ditandai dengan kesenangan anak-anak bercerita hal-hal yang luar biasa seperti kebesaran, kehebatan, dan kekuatan Tuhan. Tidak jarang anak membandingkan Tuhan dengan tokoh-tokoh yang ia kenal seperti Power Rangers.
- The Realistic Stage (Tingkat Kenyataan). Ini tampak dengan mulai pahamnya anak-anak tersebut tentang wujud Allah swt sebagai sosok yang Maha Besar dan Maha Kuat, serta pencipta. Dari sini anak menyadari bahwa kepatuhan kepada-Nya adalah suatu yang lumrah dan mesti. Inilah yang menyebabkan mereka bergairah mengikuti acara-acara keagamaan.
- The Individual Stage (Tingkat Individu). Tanda ini terlihat pada sensitivitas keberagamaan anak. Tahap ini dibagi kepada tiga golongan :
- Konsep ketuhanan yang konvensional dan konservatif. Anak takut kemurkaan Allah; dan neraka; sedangkan orang baik akan dimasukkah surga, sebuah taman bermain yang indah.
- Konsep ketuhanan yang lebih murni yang dinyatakan dalam pendangan yang bersifat personal (perorangan). Di sini anak ingin meniru Tuhan dan dekat dengan-Nya; Ingin merasakan sentuhan kasih Tuhan dan menampung internalisasi kekuatan Tuhan.
- Konsep ketuhanan yang bersifat humanistik. Tanda ini tampak pada pengakuan mereka akan pentingnya keadilan. Buruknya perbuatan jahat, sehingga jika melakukannya anak akan gelisah, bingung, sedih, dan juga malu.
Adapun ciri dan sifat
keberagamaan pada anak-anak sebagai berikut :
- Unreflective (tidak mendalam). Ini kentara sekali pada ciri antropomorfisme, yang mengungkapkan Tuhan seperti makhluk lainnya, misalnya punya mata, punya telinga, dan lainnya.
- Egosentris (Egocentric Orientation). Anak mengharapkan adanya imbalan bagi semua aktivitas yang dilakukannya. Pada sisi lain anak cenderung tidak mau disalahkan, tetapi senang mendapat pujian.
- Eksperimentasi (Experimentation). Anak mengharapkan pembuktian akan keyakinan yang ada dibenaknya.
- Inisiatif (Initiative), misalnya ditandai dengan pikiran bahwa ia mudah keluar dari kepungan api neraka, karena pengalamannya setiap berbuat kesalahan tidak mendapatkan azab yang sering ditakut-takutan.
- Spontanitas (Spontaneity). Misalnya, tampak pada pertanyaan atau jawaban yang dilontarkan anak dengan polosnya. Dia mengemukakan persis seperti apa yang diberitahukan guru atau orang tuanya.
- Verbalis dan Ritualis, yang diindikasikan dengan hapalan-hapalan yang tanpa makna. Saat ditanyakan “Apakah marah itu perbuatan baik atau buruk?” Mereka menjawab, “Buruk!”. Kemudian saat diajukan proposisi logis, “kalau begitu Allah, dan orang tuanya sering berbuat buruk karena sering marah-marah.” Anak bingung dan gelisah.
- Imitatif, tampak pada peniruan yang nyata dilakukan anak, seperti berdoa dan salat. Pembiasaan keluarga sangat berpengaruh pada anak, seperti berdoa mau makan, tidur, senang ke mesjid beramai-ramai.
- Rasa Heran dan Kagum, yaitu ditandai dengan keinginan kuat anak menjadi sakti dan mendapat limpahan kekuatan Tuhan. Mempertanyakan kehebatan dan kebesaran Tuhan yang menjadi pencipta manusia.
Sedangkan alur pembentukan
pengetahuan keagamaan anak tersebut terjadi dalam enam tahap, sebagai berikut :
- Fitrah yang merupakan format khusus penciptaan manusia. Meskipun awalnya tidak mendalam, tetapi menjadi model dan modal yang berharga bagi perkembangan keberagamaan anak.
- Pengetahuan imajinatif yang membuat anak penuh khayalan-khayalan. Imajinasi ini menjadikan anak manafsirkan secara sendiri akan berbagai informasi yang diterimanya selama ini dari lingkungan sekitarnya.
- Pencarian dialektik yang dilakukan dengan melemparkan berbagai pertanyaan dan menanggapi secara spontanitas berbagai jawaban yang diberikan untuk mendapatkan informasi yang lebih banyak.
- Pencarian maknawiyah yang diindikasikan dengan perilaku religius dan ritual-ritual yang fantastis, penuh eksperimentasi, inisiatif, dan imitative. Pencarian maknawiyah ini memberikan peran penting untuk membentuk sikap dan pandangan anak terhadap agama, karena hal ini berhubungan secara langsung dengan pengalaman dirinya sendiri saat memasuki ranah keberagamaan dengan berbagai ajaran dan ritual-ritualnya.
- Internalisasi pengetahuan ke dalam pikiran dan benak anak sehingga menjadi bagian dari kehidupan dan keyakinannya. Ini bermanfaat untuk memberikan respon terhadap informasi-informasi baru. Respon ini bisa lahir dalam bentuk kompromi, complaince, atau juga konfrontatif.
- Keyakinan yang dipegang teguh. Prinsip ini juga berbeda pada tiap anak yang secara sederhana dapat digolongkan kepada dua yaitu keyakinan yang bersifat statis dan keyakinan yang bersifat dinamis. Keyakinan yang statis berarti adalah keyakinan yang tidak berkembang dan sulit menerima informasi baru yang menggugat keyakinannya. Sedangkan keyakinan dinamis merupakan keyakinan yang penuh dengan kreatifitas, selektifitas, dan analisis kritis terhadap informasi-informasi baru yang diterimanya.
Dengan memahami hal-hal di atas
semoga para orang tua dapat mendidik jiwa keagamaan anak-anaknya dengan lebih
baik. Karena tidak ada bekal yang paling berharga di dunia dan di akhirat bagi
anak-anak kita kecuali bekal agama. Dengan bekal agama itulah, anak akan meniti
kehidupannya dengan tubuh yang sehat, pikiran yang jernih, sikap yang tulus,
dan hati yang suci.
BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN
III.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Hari : Kamis - Selasa
Tanggal : 14 – 19 Mei 2015
Waktu : Kondisional
Tempat : Komplek Permata Biru H 120 Desa Cinunuk
Kecamatan Cileunyi
Kabupaten Bandung
III.2 Subjek Penelitian
Nama Lengkap : Faiz
Ridha Maulana
Nama Panggilan : Faiz
Tempat, Tanggal Lahir :
Bandung, 24 Desember 2004
Jenis Kelamin :
Laki-laki
Sekolah : SD Bakti Nusantara 666
Kelas : IV
Hobi : Menggambar, membaca
Cita-Cita : Ilmuwan
Umur : 10 tahun
Berat Badan : 38 kg
Tinggi Badan : 137,5
cm
Nama Ayah : Drs. Aep Saepurrohman, M.Ag.
Nama Ibu : Hindun Dahlia, S.Ag.
Pekerjaan Ayah : Dosen
Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Komplek Permata Biru H 120 Desa Cinunuk
Kecamatan
Cileunyi Kabupaten Bandung
III.3 Teknik Pengambilan Data
a. Observasi; yaitu mengamati secara
langsung perkembangan fisik, intelektual, sosial dan keagamaan anak yang
dihubungkan dengan konsep perkembangan peserta didik yang telah dipelajari.
b. Wawancara; yaitu bertanya secara
langsung kepada anak yang bersangkutan mengenai perkembangan yang dialami
sampai sekarang ini.
c. Angket; Anak mengisi kuesioner yang
telah diberikan agar dapat dihasilkan data yang objektif dan akurat.
d. Dokumentasi; yakni mengambil data berupa gambar dari
setiap aktivitas anak yang berkaitan dengan perkembangan yang dimaksud.
III.4 Rancangan Tabulasi Data
Rancangan tabulasi data merupakan
kuesioner berupa tabel untuk memperoleh beberapa data mengenai pengaruh
lingkungan terhadap perkembangan fisik, intelektual, sosial dan keagamaan anak.
No
|
Pertanyaan
|
Jawaban
|
|
Ya
|
Tidak
|
||
1
|
Apakah selalu minum susu?
|
|
|
2
|
Apakah suka
makan tepat waktu?
|
|
|
3
|
Apakah suka
berolahraga?
|
|
|
4
|
Apakah suka
belajar?
|
|
|
5
|
Apakah berprestasi
di sekolah?
|
|
|
6
|
Apakah Suka membaca?
|
|
|
7
|
Apakah suka menonton TV?
|
|
|
8
|
Apakah selalu bertengkar dengan
kakak?
|
|
|
9
|
Apakah Selalu bermain dengan teman?
|
|
|
10
|
Apakah Selalu membantu orangtua?
|
|
|
11
|
Apakah selalu berbakti pada orangtua?
|
|
|
12
|
Apakah selalu
melaksanakan sholat?
|
|
|
13
|
Apakah sudah lancar mengaji?
|
|
|
14
|
Apakah suka mengucapkan salam?
|
|
|
15
|
Apakah sering mengaji Al-quran?
|
|
|
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Penelitian
Dengan menggunakan angket, kita dapat
memperoleh beberapa data mengenai pengaruh lingkungan terhadap perkembangan
fisik, intelektual, sosial dan keagamaan anak. Hasil yang diperoleh adalah
sebagai berikut:
No
|
Pertanyaan
|
Jawaban
|
|
Ya
|
Tidak
|
||
1
|
Apakah selalu minum susu?
|
|
|
2
|
Apakah suka
makan tepat waktu?
|
|
|
3
|
Apakah suka
berolahraga?
|
|
|
4
|
Apakah suka
belajar?
|
|
|
5
|
Apakah berprestasi
di sekolah?
|
|
|
6
|
Apakah Suka membaca?
|
|
|
7
|
Apakah suka menonton TV?
|
|
|
8
|
Apakah selalu bertengkar dengan
kakak?
|
|
|
9
|
Apakah Selalu bermain dengan teman?
|
|
|
10
|
Apakah Selalu membantu orangtua?
|
|
|
11
|
Apakah selalu berbakti pada
orangtua?
|
|
|
12
|
Apakah selalu
melaksanakan sholat?
|
|
|
13
|
Apakah sudah lancar mengaji?
|
|
|
14
|
Apakah suka mengucapkan salam?
|
|
|
15
|
Apakah sering mengaji Al-quran?
|
|
|
IV.2 Pembahasan Penelitian
IV.2.1
Pengaruh lingkungan terhadap pekembangan fisik, intelektual, sosial dan
keagamaan anak
Lingkungan sangat memiliki pengaruh
terhadap perkembangan fisik, intelektual, sosial dan keagamaan anak. Hal tersebut
dapat kita ketahui melalui hasil-hasil yang diperoleh setelah adanya perlakuan
dari lingkungan tersebut. Adapun hasil dari pengaruh lingkungan terhadap ke
empat aspek perkembangan tersebut akan dipaparkan sebagai berikut.
IV.2.1.1
Perkembangan Fisik Anak
1. Tinggi dan Berat Badan
Faiz tidak terlalu tinggi untuk ukuran anak seusianya.
Tingginya hanya 137,5 cm. Hal tersebut dinilai proporsional mengingat pertumbuhan
fisik anak usia SD bila dibanding dengan masa usia remaja dan usia dini
cenderung lebih lambat dan bersifat konsisten. Perkembangan ini berlangsung
sampai terjadinya perubahan besar pada awal pubertas.
Tinggi dan berat badan anak secara bertahap terus bertambah,
penambahan itu diperkirakan berkisar 2,5 - 3,5 kg dan 5 – 7 cm pertahun. Kaki
anak lazimnya menjadi bertambah panjang dan tubuhnya bertambah kurus. Namun
untuk berat badan, Faiz termasuk anak yang memiliki badan yang berat dan
terkesan gendut. Hal ini disebabkan ia selalu makan dan ngemil. Setiap ada
makanan ia makan dengan lahapnya. Hal ini kontras berbeda dengan kakak-kakaknya
yang memiliki tubuh tidak gendut. Disamping sering makan, kurangnya olahraga
juga dapat menyebabkan tubuhnya menjadi gendut karena kalori yang menumpuk.
Setidaknya kecanggihan teknologi pada zaman sekarang ini membuat anak lebih
betah di rumah berkat gadget dan media elektronik yang memberikan hiburan bagi
mereka sehingga mereka jarang melakukan aktivitas terutama di luar ruangan.
2. Proporsi dan
Bentuk Tubuh
Berdasarkan tipologoi Sheldon, ada tiga kemungkinan bentuk
primer tubuh anak SD yaitu :
(a) endomorph, yaitu
yang tampak lebih luar berbentuk gemuk dan berbadan besar.
(b) mesomorph, yang
kelihatan kokoh, kuat, dan lebih kekar.
(c) ectomorph yang
tampak jangkung, dada pipih, lemah, dan seperti tak berotot.
Dari data diatas Faiz termasuk anak yang bersifat endomorph,
karena dilihat dari bentuk badannya tampak gemuk dan berbadan besar untuk anak
seusia 10 tahun. Hal itu tidak diimbangi dengan tinggi tubuh dikarenakan ia
tidak minum susu secara teratur . Dalam sehari kemungkinan hanya sekali saja
pada saat malam hari , dimana anjuran seharusnya untuk anak usia masa
pertumbuhan minum susu itu 3 kali sehari.
IV.2.1.2
Perkembangan Intelektual Anak
Umur 10 tahun menurut Jean Piaget merupakan masa dimana anak
mengalami tahap operasional konkret
(7-11) tahun yang memiliki sifat-sifat,
Berpikir konkret, karena daya otak terbatas pada obyek melalui pengamatan
langsung. Dapat mengembangkan operasi mental, seperti menambah, mengurangi.
Mulai mengembangkan struktur kognitif berupa ide atau konsep. Melakukan operasi
logika dengan pola berpikir masih konkret. Faiz termasuk anak yang cukup
cerdas, tercacat selama ia duduk di bangku SD sampai kelas 4 sekarang ini ia
selalu mendapatkan prestasi di sekolahnya. Untuk prestasi kognitifnya sendiri
ia selalu mendapatkan ranking 1.
Pengetahuan
umunya juga sudah cukup terasah, karena ia cepat tanggap dalam menerima
informasi. pernah suatu ketika saat keluarga sedang menonton TV , dan acara TV
tersebut menayangkan mengenai kuis pengetahuan, dia dapat menjawab pertanyaan
tersebut disaat keluarga yang lain terdiam tak bisa menjawab. Disamping itu ia
juga selalu bercerita dengan orangtua mengenai apa yang ia tahu baik itu dari
TV ataupun dari buku, Dan itu hanya sebatas informasi yang masih bersifat
konkret saja dalam artian informasi tersebut didapat setelah ia mengamati atau
memperoleh informasi itu secara langsung.
Namun, dalam
melakukan melakukan kegiatan belajar, ia belum bisa melakukannya secara
mandiri. Ia masih harus melalui perintah orangtua untuk melakukan belajar. Ia
hanya mendapatkan informasi sebatas dari apa yang ia suka, misalnya melalui
tayangan TV dimana ia lebih menyukai gambar-gambar untuk menyerap informasi.
Hal ini sesuai dengan tahap usia SD yang lebih mudah menyerap materi melalui
panduan gambar-gambar , karena pada masa itu pikiran fantasinya sangat kuat.
IV.2.1.3
Perkembangan
Sosial Anak
Perkembangan sosial
sangat dipengaruhi oleh keluarga dan teman sebaya. Barometer perkembangan
sosial anak dapat kita amati sesuai dengan bagaimana anak itu berinteraksi
dengan kedua aspek tersebut. dalam lingkungan sosialnya, Faiz tinggal bersama
keluarga yang hubungan sosialnya baik dengan orang lain. Sehingga ia dikenal
oleh keluarga lain lantaran kedua orangtuanya selalu menjalin silaturahmi. Akan
tetapi, dalam bersosial dengan teman sebaya, Faiz lebih banyak bercengkrama
dengan temannya di sekolah daripada di rumah. Saat di rumah ia jarang bermain
ke luar dengan temannya, dikarenakan teman SD nya tidak sekomplek dengannya.
Sebenarnya
temannnya yang sebaya cukup banyak di sekitar rumahnya, mungkin karena
perbedaan sekolah yang melatarbelakangi sehingga ia kurang bersosialiasi
ataupun dari perlakuan si anak sendiri yang enggan mengusahakan untuk bersosial
dengan teman sebaya di sekitar rumahnya. Tak pelak, hal ini juga disebabkan oleh
perkembangan zaman, dimana kencanggihan teknologi dapat memberikan
produk-produk yang membuat seseorang lebih betah tinggal di rumah daripada
menjejali kehidupan nyata. Banyak anak-anak zaman sekarang, termasuk Faiz
berkat Adanya TV dan handphone mereka menjadi punya kehidupannya sendiri.
Mungkin inilah dampak dari teknologi yang kebablasan sehingga orang lupa akan
kehidupan nyatanya.
Adapun
bentuk-bentuk tingkah laku sosial jika dikaitkan teori yang ada, Faiz mengalami
hal-hal sebagai berikut.
1.
Pembangkangan (Negativisme)
Bentuk tingkah laku
melawan ini kadangkala terjadi pada faiz apabila ia mendapatkan sesuatu yang tidak
disukainya. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin
atau tuntutan orang tua yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Biasanya ia
melawan dengan berupa perkataan apabila ia dimarahi oleh orangtua.
2. Agresi (Agression)
Biasanya, bentuk
tingkah laku sosial ini terjadi pada Faiz apabila keinginannya tidak terpenuhi
ataupun apabila ia dimarahi dan disuruh oleh orangtua. Namun hal ini jarang
terjadi, mengingat semakin bertambahnya usia ia sudah mulai berpikir akan
kedewasaanya. Kebanyakan tingkah agresi ini terjadi pada umur rentan 5 tahun
kebawah. adapun pada saat sekarang bentuk agresi yang ia lakukan hanya berupa
perkataan dan itupun secara halus.
3. Berselisih (Bertengkar)
Untuk usia sekarang ini, Faiz
sangat jarang sekali bertengkar. Ia lebih sering bertengkar pada saat umurnya
6-7 tahun dan itupun ia lakukan dengan kakak perempuannya yang umurnya tidak beda
jauh. Biasanya tidak menutup kemungkinan ia juga bertengkar dengan kakaknya
yang lebih dewasa.
4. Mementingkan diri sendiri (selffishness)
Biasanya terjadi
apabila ada kakak-kakaknya yang hendak meminta makanan ringan padanya. Faiz
kadangkala bersikap pelit ketika ia ingin memberi, dan lebih mementingkan
dirinya sendiri. Namun, setelah lama kelamaan, ketika ia sudah mulai kenyang
terhadap makananya lalu ia pun memberikannya pada kakak-kakaknya. Biasanya jika
ingin mudah untuk memberi, harus dengan rayuan terlebih dahulu dan berupa
imbalan yang akan diberikan sebagai gantinya.
IV.2.1.4
Perkembangan Keagamaan
Anak
Pada Usia 10 tahun, perkembangan
moral yang dialami oleh Faiz masih berupa tahap Pre-moral yang dikemukakan oleh
Jean Piaget. pada tahap Pre-moral ini, anak tidak merasa wajib untuk menaati
peraturan. Hal ini terjadi pada Faiz, dimana ia masih belum bisa menaati
peraturan yang ada. Seperti halnya waktu untuk menonton TV, bermain, dan
belajar yang masih belum teratur. Disamping itu, saat dibangunkan pada pagi
hari juga cukup sulit. Hal ini masih menunjukkan bahwasanya perkembangan
moralnya masih dalam tahap yang kemudian akan menuju tahap heteronomi dan
autonomi.
Adapun tahap perkembangan
keagamaanya, Faiz ini sudah berada pada tingkat The Realistic Stage
(Tingkat Kenyataan). dimana ia sudah mulai bergairah dengan melaksanakan
ajaran-ajaran agama seperti melaksanakan solat, puasa, membaca Al-Quran dan
lain sebagainya. Hal ini memberikan hasil yang cukup signifikan bagi anak seumuranya,
dimana banyak anak-anak yang seumuranya yang masih belum bisa membaca Al-Quran
atapun menghafal surat-surat pendek namun Faiz sudah cukup menguasainya. Faiz tinggal di lingkungan yang cukup taat
beragama, sehingga secara tidak langsung ia akan ikut terpengaruh dengan
keadaan keluarganya tersebut.
Seperti kebiasaan sholat
berjamaah, harus ditekankan sejak dini pada seorang anak agar nantinya terbiasa
ketika telah dewasa. Peran orangtua dalam upaya pendidikan agama pada anak
sangatlah penting, karena disamping memberikan arahan, orangtua juga harus
memberikan contoh yang baik. Disamping itu, hal ini juga ditunjang oleh kondisi
lingkungan sekitar rumahnya apakah memiliki rutinitas keagamaan yang tinggi
ataukah tidak .
Semua ini menunjukan bahwa
faktor lingkungan sangatlah penting dalam upaya perkembangan anak baik itu dari
segi fisik, intelektual, sosial, keagamaan dan pekembangan-perkembangan lainnya.
IV.2.2 Cara mengoptimalkan pengaruh lingkungan terhadap
perkembangan fisik, intelektual, sosial dan keagamaan anak
IV.2.2.1 Mengotimalkan Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik pada masa kanak-kanak hingga remaja merupakan
saat yang paling optimal dimana pada saat itu perkembangan fisik anak terjadi
secara cepat. Oleh karena itu, beberapa upaya dapat dilakukan untuk
mengotimalkan perkembangan fisik pada anak diantaranya:
1.
memberikan asupan gizi yang teratur
2.
mengawasi secara penuh terhadap
segala aktivitas anak
3.
Merangsang pertumbuhan anak dengan
berolahraga
4.
Memberikan waktu istirahat yang
cukup
5.
membiasakan pola hidup yang sehat
IV.2.2.2 Mengoptimalkan perkembangan intelektual
Perkembangan intelektual pada masa anak perlu diperhatikan guna
menghasilkan pribadi-pribadi anak yang cerdas, oleh karena itu terdapat
beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan perkembangan
intelektual pada masa anak, diantaranya:
1. Membimbing selalu anak-anak dalam memperoleh pengetahuan
2. Memberikan stimulus pada anak agar selalu belajar
3. Selalu memotivasi anak untuk terus berusaha
4. Memberikan asupan gizi yang maksimal bagi otak anak
5. Mengetes kemampuan anak secara berkala.
IV.2.2.3 Mengoptimalkan perkembangan sosial
Perkembangan sosial pada anak dapat kita
optimalkan demi menghasilkan generasi yang dapat berkiprah di masyarakat. Untuk
itu langkah-langkah berikut dapat
dilakukan dalam merealisasikan hal tersebut.
1.
Memberikan susana yang ridak kaku pada keluarga
2.
Membimbing anak dalam setiap kegiatan sosial
terutama dengan teman sebaya
3.
membiasakan anak untuk dapat bersosial di
masyarakat
4.
memberikan pemahaman kepada anak mengenai
hubungan sosial yang baik
5.
Selalu adanya kasih sayang yang terjalin antara
anak dengan orangtua
IV.2.2.4
Mengoptimalkan Keagamaan
Membina sikap
religius pada anak sangat diperlukan demi mencapai individu yang berbudi luhur
dan dapat dijadikan teladan oleh masyarakat. Nilai religius pada saat ini
sangatlah penting dimiliki oleh anak, untuk itu terdapat beberapa upaya agar
perkembangan religius anak adapt optimal diantaranya:
1.
Sebagai orangtua, hendaknya kita
selalu memberikan pemahaman tentang pendidikan agama yang baik
2.
memasukan anak ke lembaga-lembaga
pendidikan islam seperti pesantren atapun tempat mengaji di sekitar rumah
3.
Orangtua harus memberikan tauladan
yang baik pada anak
4.
membiasakan anak untuk patuh dan
taat dalam menjalankan ajaran-ajaran agama
5.
mengawasi lingkungan sekitar anak
terutama dengan teman sebaya agar tidak terjerumus kepada hal-hal yang tidak
diinginkan.
BAB V
PENUTUP
V.1
Kesimpulan
Perkembangan fisik, intelektual,
sosial dan keagamaan anak dipengaruhi oleh dua faktor yakni keturunan (gen) dan
lingkungan. Gen merupakan faktor yang bersifat statis, dimana faktor tersebut
sulit untuk diusahakan sesuai dengan harapan yang diinginkan. adapun faktor
lingkungan, faktor ini merupakan faktor yang dinamis dimana kita bisa
mengusahakannya sesuai dengan tindakan kita agar bisa sesuai dengan apa yang
diharapkan.
Faktor lingkungan ini dapat berupa
lingkungan ia tinggal ( keluarga ) maupun lingkungan masyarakat ia hidup.
disamping itu usaha-usaha lain yang dilakukan untuk mengoptimalkan perkembangan
juga termasuk kedalam faktor lingkungan. Berbagai cara dapat dilakukan demi
tercapainya hal tersebut, misalnya peranan orangtua dalai keluarga sangat
memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap perkembangan anak baik itu dilihat dari segi fisik,
intelektual, sosial maupun keagamaan.
Untuk perkembangan fisik misalnya,
seorang anak akan memiliki fisik yang ideal jika ia membiasakan pola hidup yang
teratur dan diberi asupan gizi yang seimbang. perkembangan lainnya seperti perkembangan
keagamaan pada anak juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Dalam hal ini,
orangtua sebagai transfer value dalam keluarga sangat ditekankan agar
menghasilkan anak yang religius dan berbudi luhur.
Untuk itu, perlakuan yang optimal
sangat diperlukan agar perkembangan Fisik, intelektual, sosial, dan keagamaan
dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan hasil yang diharapakan demi
terciptanya generasi yang tangguh dalam berkiprah di masyarakat.
V.2
Saran
1.
Orangtua harus memberikan upaya
yang optimal kepada anaknya terutama dalam proses perkembangannya agar berjalan
dengan baik dan sesuai dengan yang diharapakan.
2.
Perkembangan anak juga harus
ditunjang dengan kondisi lingkungan masyarakat yang baik
3.
Upaya pemberian stimulus dan
motivasi pada anak harus dilakukan demi meningkatnya perkembangan anak tersebut
ke arah yang lebih baik.
4.
Pendidikan formal terutama sekolah
harus ikut memberikan andil terhadap proses perkembangan yang dialami oleh anak
Comments
Post a Comment